Thursday 21 January 2010

Sejarah Pencak Silat :

Pencak Silat adalah seni beladiri yang berakar pada rumpun Melayu. Seni beladiri ini banyak ditemukan di Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara-negara yang berbatasan dengan negara etnis Melayu tersebut. Banyak ahli sejarah menyatakan bahwa Pencak Silat pertama kali ditemukan di Riau pada jaman kerajaan Sriwijaya di abad VII walaupun dalam bentuk yang masih kasar. Seni beladiri Melayu ini kemudian menyebar ke seluruh wilayah kerajaan Sriwijaya, semenanjung Malaka, dan Pulau Jawa.Namun keberadaan Pencak Silat baru tercatat dalam buku sastra pada abad XI. Dikatakan bahwa Datuk Suri Diraja dari Kerajaan Pahariyangan di kaki gunung Merapi, telah mengembangkan silat Minangkabau disamping bentuk kesenian lainnya. Silat Minangkabau ini kemudian menyebar ke daerah lain seiring dengan migrasi para perantau. Seni beladiri Melayu ini mencapai puncak kejayaannya pada jaman kerajaan Majapahit di abad XVI. Kerajaan Majapahit memanfaatkan pencak silat sebagai ilmu perang untuk memperluas wilayah teritorialnya.Kerajaan Majapahit menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara. Hanya kerajaan Priyangan di tanah Pasundan yang tidak dapat dikuasai penuh oleh Kerajaan Majapahit. Tentara kerajaan Priyangan ini terkenal akan kehebatan pencak silatnya. Karena wilayahnya yang terisolir, dan terbatasnya pengaruh Majapahit, seni beladiri kerajaan Priyangan hampir tidak mendapat pengaruh dari silat Minangkabau. Pencak silat priyangan ini terkenal dengan nama Cimande.Para ahli sejarah dan kalangan pendekar pada umumnya sepakat bahwa berbagai aliran Pencak Silat yang berkembang dewasa ini, bersumber dari dua gaya yang berasal dari Sumatra Barat dan Jawa Barat seperti diuraikan di atas.Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas,
[1] yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri. Sheikh Shamsuddin (2005)
[2] berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat. Bahkan sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis pencak silat itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu.Dalam historisasi pencak silat dapat disimpulkan bahwa terdapat dua kategori akar aliran pencak silat, yaitu:Aliran bangsawanAliran rakyatAliran bangsawan, adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan (kerajaan). Ada kalanya pencak silat ini merupakan alat pertahanan dari suatu negara (kerajaan). Sifat dari pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan umumnya tertutup dan mempertahankan kemurniannya. Aliran rakyat, adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum selain bangsawan. Aliran ini dibawa oleh para pedagang, ulama, dan kelas masyarakat lainnya. Sifat dari aliran ini umumnya terbuka dan beradaptasi. Bagi setiap suku di Melayu, pencak silat adalah bagian dari sistem pertahanan yang dimiliki oleh setiap suku/kaum. Pada jaman Melayu purba, pencak silat dijadikan sebagai alat pertahanan bagi kaum/suku tertentu untuk menghadapi bahaya dari serangan binatang buas maupun dari serangan suku lainnya. Lalu seiring dengan perjalanan masa pencak silat menjadi bagian dari adat istiadat yang wajib dipelajari oleh setiap anak laki-laki dari suatu suku/kaum. Hal ini mendorong setiap suku dan kaum untuk memiliki dan mengembangkan silat daerah masing-masing. Sehingga setiap daerah di Melayu umumnya memiliki tokoh persilatan yang dibanggakan. Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat yang terhebat.
[3] Hal seperti itu juga yang terjadi di Jawa, yang membanggakan Gajah Mada. Adapun sesungguhnya kedua tokoh ini benar-benar ada dan bukan legenda semata, dan keduanya hidup pada masa yang sama.Perkembangan dan penyebaran Silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di Nusantara. Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak silat yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritualAspek-aspek Pencak Silat IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) mendefinisikan pencak silat sebagai suatu kesatuan dari empat unsur yaitu unsur seni, beladiri, olahraga, dan olahbatin.Unsur seni merupakan wujud budaya dalam bentuk kaidah gerak dan irama yang tunduk pada keseimbangan, keselarasan, dan keserasian.Unsur beladiri memperkuat naluri manusia untuk membela diri terhadap berbagai ancaman dan bahaya, dengan teknik dan taktik yang efektif.Unsur olahraga mengembangkan kegiatan jasmani untuk mendapatkan kebugaran, ketangkasan, maupun prestasi olahraga.Unsur olahbatin membentuk sikap dan kepribadian luhur dengan menghayati dan mengamalkan berbagai nilai dan norma adat istiadat yang mengandung makna sopan santun sebagai etika kalangan pendekar.

Sejarah PORSIGAL :

PORSIGAL (Pendidikan Olah Raga Silat Indah Garuda Loncat) didirikan di Blitar, pada tanggal 02 Maret 1978 sebagai pengembangan dari silat SENTONO warisan HEYANG AGENG RADEN TUMENGGUNG HASAN WITONO.
Heyang Ageng Tumenggung Hasan Witono adalah salah satu pengawal Pangeran Diponegoro, yang setelah perang Diponegoro usai, Beliau berkelana ke arah timur(Blitar) dan meninggal di Desa Kerjen, Kecamatan Srengat, Blitar, Jawa Timur. Makam Beliau ada di Desa Kerjen tersebut dan terawat hingga kini.
PORSIGAL berpusat di Desa Kerjen Kec. Srengat Kab. Blitar dan diasuh langsung oleh KH. Muhammad Gholib Thohir atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Gholib.
Sedikit mengenai sejarah beliau (Mbah Gholib, red) dalam proses menimba ilmu kanuragan dimulai dari Ujung Kulon (Banten)sampai ke Ujung Timur (Banyuwangi) dan pada akhirnya beliau menemukan Guru Sejati yang ternyata tidah jauh dari Kota Kelahiran Beliau Blitar Kota Patria, yaitu kota kecil Tulungagung kira-kira 30 km arah barat kota Blitar. Disana beliau bertemu dengan (Alm) Hadrotus Syaikh KH. Abdul Djalil Mustaqiem sekitar tahun 80 an di Pondok Pesantren PETA (PESULUKAN THORIQOH AGUNG) dengan Thoriqoh Syadziliyah yang berada dijantung kota Tulungagung, persisnya sebelah barat Alon-Alon. Singkat cerita, beliau (Mbah Gholib,red) diminta oleh Kyai Djalil untuk mengembangkan ilmunya dengan membuka Padepokan Pencak Silat yang diberi nama PORSIGAL. Dimana dalam PORSIGAL ini terjadi perpaduan atau penggabungan dari ilmu jurus-jurus yang selama ini ditempuh oleh Mbah Gholib mulai dari ujung kulon (Banten) sampai ujung timur (Banyuwangi)maka muncullah nama Garuda Loncat, yang artinya meloncat-loncat atau berpindah-pindah setelah Khatam dalam mencapai suatu ilmu dan pindah lagi untuk mencapai ilmu yang lainnya.Perkembangan dalam penyebaran Padepokan Porsigal ini sebenarnya sudah meluas sampai ke luar Jawa, namun banyak santri/murid yang enggan untuk mendaftarkan Padepokan PORSIGAL ini ke IPSI daerah setempat, sehingga kita susah untuk mendeteksinya.

Tujuan PORSIGAL :

Pencak Silat Sebagai cabang olah raga bela diri tradisional milik Bangsa Indonesia harus dilestarikan , dijaga dan dipelihara dari segala macam bentuk yang merugikan pengembangan serta citra pencak silat. Bukan saja pencak silat sebagai salah satu sarana pembinaan dan pengembangan mental-fisik generasi muda, tetapi lebih dari itu, pencak silat merupakan sarana mencapai nilai kemanusiaan yang lebih tinggi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan cita-cita pembangunan manusia seutuhnya, manusia berkualitas.
PORSIGAL didirikan dengan maksud untuk menghimpun dan membina serta menyalurkan potensi para pendekar Pencak Silat dan atau siapa saja yang mempunyai perhatian terhadap generasi muda di bidang sosial-budaya, kesehatan, olah raga dan atau pendidikan mental-fisik dengan sarana Pencak Silat yang merupakan olah raga bela diri tradisional kekayaan budaya Bangsa Indonesia yang harus dilestarikan.
PORSIGAL untuk itu, bertujuan ikut serta mencapai cita-cita pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas, manusia seutuhnya yang memiliki watak pekerti luhur, pribadi yang tangguh mental-fisiknya karena giat ‘MESU OLAH KRIDANING TOTO JASMANI-ROHANI’, sehingga siap mengisi Pembangunan Nasional dalam rangka dan upaya mencapai cita-cita kemerdekaan yang hakiki.

Untuk mencapai tujuannya, PORSIGAL akan melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
(1) Menghimpun, membina, mendidik dan melatih generasi muda di bidang pencak silat dengan segala aspeknya, menuju terciptanya kehidupan generasi muda bangsa yang sehat jasmani-rohani atau mental-fisiknya dengan dilandasi ketaqwaan kepada Alloh SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Menumbuhkan, mengembangkan dan menyalurkan kesadaran dilingkungan generasi muda dan masyarakat luas pecinta olah raga bela diri pencak silat, akan arti pencak silat sebagai warisan budaya bangsa yang harus dihormati dan ditekuni dengan sepenuh penghayatan serta dilestarikan sepanjang masa.

Makna Lambang PORSIGAL :


(1)WARNA DASAR KUNING GADING :
Yang berarti, bahwa PORSIGAL dengan semangat yang tinggi, selalu menumbuhkan perasaan cinta damai, mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman dunia, berusaha membebaskan fakir-miskin dan kaum lemah sesama hidup dari berbagai penderitaan, sebagai pengejawantahan dari sesanti: “MAWAYU RAHAYU HARJANINGRAT, NGRUWAT POPO CINTROKO NING SAMI”.
Dalam misinya yang demikian, PORSIGAL berpendirian bahwa “Mencintai” Pencak Silat mendarah mendaging (HAMBALUNG SUMSUM) bukan saja Pencak Silat sebagai kekayaan Budaya Bangsa yang harus dilestarikan, tetapi lebih dari itu Pencak Silat sebagai sarana mencapai nilai kemanusiaan yang lebih tinggi, berbudi luhur, lemah lembut pekertinya dan penuh cinta kasih kepada sesama.

(2)WARNA MERAH DARAH / MERAH HATI:
Yang berarti, bahwa PORSIGAL disamping menumbuhkan dan membina terus semangat dan kegagahan serta kekuatan jasmani (raga) harus pula mengutamakan OLAH BATHIN dan OLAH NOLO (HATI); karena justru hatilah hakikat kepribadian manusia sejati.

(3)WARNA HITAM :
Yang berarti, bahwa PORSIGAL harus memiliki kekuatan dan kebulatan tekad untuk melaksanakan prinsip: “ TITI, TOTO, TATAG, TUTUG, TANGGON” dalam menekuni Pencak Silat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan kemanusiaan dalam menghadapi tantangan kehidupan serba neka ragam coraknya.

(4)SAYAP GARUDA BERWARNA KUNING, MENGAPIT BOLA DUNIA :
Yang merupakan penggambaran asas: “GARUDHO HANGRANGSANG BAWONO” Rajawali yang siap menguasai jagad raya, adalah penggambaran sifat dan sikap gelora jiwa muda yang penuh kegagahan dan keberanian, penuh vitalitas, selalu siap menghadapi tantangan kehidupan tanpa rasa takut, rasa khawatir dan kecil hati, semata-mata karena percaya diri Sebagai hamba Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa untuk Murbo Waseso Dunia (Khalifah Allah di muka Bumi).

(5)CAKRA BERMATA DELAPAN YANG MERUPAKAN ARAH DELAPAN MATA ANGIN :
Yang merupakan penggambaran asas “ASTHO MULAT” (delapan sudut pandang / delapan dimensi) yang berarti, bahwa setiap warga besar PORSIGAL pada peringkat atau tahap/ tingkat tertentu dalam pengendapan kejiwaan, diharapkan telah memiliki pandangan/ wawasan luas baik tentang kehidupan persilatan maupun tuntutan kehidupan di masyarakat dan dunia ramai.Setiap mata cakra bercabang 3 (tiga) artinya, di dalam memahami dan memasuki pergaulan dunia yang luas, ilmu silat yang dimiliki harus dijabarkan dengan prinsip TETELUNING ATUNGGAL (TRILOGI) yakni keseimbangan Olah Jasad / Jasmani, Olah Nalar (Inthidhar, akal fakir) dan Olah Nolo (Hati, kalbu) atau keseimbangan antara “ CIPTO, ROSO, KARSO atau KARYO” sehingga indah seperti kuncup bunga yang hendak mekar, menawan hati.

(6)NYALA API LIMA BERWARNA PUTIH, MEMBENTUK RANGKAIAN HURUF ARAB BERBUNYI “ALLOH” DENGAN MASING-MASING HURUF BERUJUNG TIGA:
Yang merupakan gambaran asas: “ CIPTO JATI HAROSO TUNGGAL” (Hakikat menyatunya diri dengan Sang Pencipta, menyatunya makhluk dengan Khaliqnya) yang artinya pada peringkat tertentu setiap warga PORSIGAL akan mencapai pengendapan kejiwaan yang khusu’, tenggelam dalam berdzikir dan selalu muqorobah dengan diiringi semangat tafakur (berfikir tentang Kebesaran Allah SWT) dengan sepenuh kesucian niat dan hati, merupakan perwujudan / praktek penghayatan dan pengamalan secara hakiki jiwa Pancasila dengan hiasan pribadi yang penuh IMAN, ISLAM dan IHSAN.

(7)SENJATA TRISULA:
Yang berarti, bahwa PORSIGAL dengan berbekal ilmu silat dalam berbagai dimensinya, selalu siap siaga membela negara, bangsa dan agama Sebagai Satria Pinuji, dengan landasan kebenaran, keadilan dan kesucian.Pada sisi lain, TRISULA tersebut menggambarkan semangat melakukan pembelaan umum dengan sesanti:“SURO DIRO JOYONINGRAT miwah JOYO-JOYO KAWIJAYAN ing tembe LEBUR DENING KASUDIBYAN; SUDIBYANING LELABUHAN, LABET LABUH, LELADI PROJO HAMBENGKAS RUBEDANING SAMI, HANGRUKEBI AGOMO AGEMING AJI”.

(8)LIMA WARNA DOMINAN DALAM LAMBANG (MERAH, KUNING, HIJAU, PUTIH, HITAM):
Yang merupakan penggambaran 5 (lima) asas Kepribadian PORSIGAL dalam segala suasana dan cuaca, dalam segala tempat dan keadaan, yakni setiap warga besar PORSIGAL harus selalu berusaha untuk menjadi manusia taqwa yang berkualitas dengan mendasari pribadi pada sikap dan sifat pinuji:
• Ngobah Mosikake Saliro
• Ngolah Kridhaning Nalar
• Hamanjing Ajur-ajer
• Tepo Seliro
• Mandireng Pribadi
Yaitu aktif dan kreatif, "SUPEL dalam BERGAUL tetapi TEGAS dalam PRINSIP" , memiliki toleransi dan sikap tenggang rasa yang tinggi dan selalu percaya diri pribadi semata-mata sebagai hamba Allah SWT yang harus mandiri.

Jenis Anggota PORSIGAL :

(1) Anggota Muda ialah setiap remaja muslim dengan usia antara 6 s/d 12 tahun yang siap melatih diri untuk memahami asas, aqidah dan tujuan serta ajaran PORSIGAL.(2) Anggota Biasa ialah setiap muslim dewasa, yang menyetujui asas, aqidah dan tujuan atau misi PORSIGAL dengan sepenuh kesanggupan melaksanakan ajaran / latihan-latihan yang menjadi program PORSIGAL.
(3) Anggota Kehormatan ialah setiap orang yang dianggap telah berjasa kepada PORSIGAL, yang telah disetujui penetapannya oleh rapat Dewan Pengasuh Pusat.
*Anggota Muda dan Anggota Biasa, pada dasarnya diterima oleh Dewan Pengasuh Pusat Latihan dalam keadaan khusus.


Sesuai dengan tingkat perumuran dan jenjang latihan, maka ditetapkan jenjang/tingkatan kemahiran seperti berikut:
1) Tingkat PRAPTA
2) Tingkat KAWI
3) Tingkat GLADHI : GATRA, TARUNA, SATYA
4) Tingkat WIRA : MADYA, TAMA, YUDHA
5) Tingkat MANGGALA: YAKTI, CITRA, SONYA
6) Tingkat PURUSA.

Susunan Dewan Pengasuh Pusat PORSIGAL 2013-2018 :

A. PELINDUNG :
1. K.H. Muhammad Gholib Thohir - Blitar
2. Husein Muslimin, SH, M.Hum - Malang

B. PENASIHAT / SESEPUH KEPENDEKARAN :
1. KH. M. SHOLAHUDDIN AL AYYUBI - Pondok PETA, Tulungagung
2. MBAH SUKRI - Tulungagung
3. KH. R. SYATIBI CHUDLORI Pondok SALAFIAH, Lewok, Banten

C. PENASIHAT / SESEPUH KEORGANISASIAN :
1. KH. ABDUR RAHMAN WAHID(Almarhum) - Jakarta / PONPES Tebu Ireng Jombang
2. Mayjen Drs. H. ADAM SYAMSOL BAHRI - Jakarta
3. IRCHAMNICHABIB, SH - Jakarta

D. PENGASUH PUSAT :
1. Ketua Umum : MUBAIDAH, SH. - Blitar
2. Ketua I : DR. R.M. PRIYO HANDOKO, SH, M.Hum - Surabaya
3. Ketua II : M. ALI GHUFRON - Blitar
4. Sekretaris Umum : MUJIYONO, S.PD - Blitar
5. Sekretaris I : J.S. RUDY WIYONO, SE - Tulungagung
6. Sekretaris II : UMAR SHODIQ, BA - Blitar
7. Bendahara : MASRI’AH - Blitar
8. Wakil Bendahara : ZAM-ZAM, S.H. - Tulungagung
9. Departemen-departemen:
(1). Teknis dan Latihan : SOBIRI - Blitar
(2). Organisasi : MARSUDI, S.Pd - Trenggalek
(3). Keuangan : PUJI SANTOSO - Blitar
(4). Litbang : DARUSMAN, SH - Tulungagung
(5). Luar Negeri : Drs. RM. ATLAP NOOR - Jakarta
(6). Humas : Drs. ROFIQ YAHYA - Parakan
(7). Seni Budaya : SYARIFUDDIN - Blitar
(8). Mental Spiritual : KY. MOCH. MASCHUN - Tulungagung
10. Corps Wasit Juri:
(1). HERU WARSITO,SH - Jakarta
(2). Drs. CHAMIM THOHARI - Malang
(3). Ir. AGUNG DARMAWAN - Surabaya
11. Konsultan Pengembangan Luar Negeri:
(1). PENGIRAN SARPUDIN ACHMAD, MA - Kuala Lumpur, MALAYSIA
(2). DR. AGUNG DARMAWAN - Los Banos, FILIPINA
(3). ABDUL KAREM (MICHEL ROBERT) - Roterdam, BELANDA

ditetapkan di : BLITAR
Pada Tanggal : 02 Maret 2007
Dewan Pengasuh Pusat ‘PORSIGAL’
Ketua Umum


TTD & CAP



MUBAIDAH, SH.

  © Blogger templates PORSIGAL 1978 by Team PORSIGAL Trenggalek 2009